Pages

Teddy konfigurasi

Sabtu, 23 April 2011

Akhirnya, Setelah 100 Tahun Menghilang

Setelah sempat menghilang selama100 tahun akibat dirampas penjajah Belanda, dua pusaka warisan Kerajaan Klungkung dan Kerajaan Gelgel akhirnya diboyong ke Bali. Kedua pusaka itu, Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug, di-Prayascita (upacara penyucian) terkait 100 Tahun (Satu Abad) Peringkatan Puputan Klungkung, 28 April 2008 ini.
Dua pusaka kerajaan itu sengaja ‘dipinjam’ dan diboyong ke kota Semarapura, sehubungan dengan peringatan 100 Tahun Puputan Klungkung, Senin (28/4) ini. Sebelumnya, dua pusaka kerajaan itu disimpan di Museum Nasional, Jakarta. Jadi, pihak panitis peringatan 100 Tahun Puputan Klungkung meminjam dua pusaka kerajaan itu dari Museum Nasional, dengan jaminan. Nah, kedatangan (kepulangan) dua pusaka kerajaan setelah 100 tahun menghilang ini pun disambut dengan upacara ritual khusus, sejak tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kuta Selatan, Badung. Selain upacara Prayascita, juga Ngaturan Pasegeh Agung, Ngaturan Tebasan, Sodan, dan ritual lainnya. Serentetan upacara ritual menyambut dua pusaka kerajaan itu telah dilaksanakan di Bandara Ngurah rai dan kota Semarapura, Minggu (27/4) siang.
Ritual tersebut berlangsung dalam suasana dan aura magis. “Karena sudah 100 tahun tak pernah kita lihat, dua pusaka itu kita upacara khusus, layaknya upacara mendak pusaka,” ungkap salah seorang pangelingsir Puri Agung Klungkung (pewaris Kerajaan Klungkung), Tjokorda Gde Agung SW, yang terlibat dalam ritual untuk kedua pusaka kerajaan itu, Minggu kemarin. Pusaka Keris Kenegaraan Ardawalike (milik Kerajaan Klungkung) dan Tombak Ki Baru Gudug (milik Kerajaan Gelgel) didatangkan langsung dari Jakarta, Minggu siang sekitar pukul 12.15 Wita. Kedatangan dua pusaka Kerajaan ini dikawal dua staf Museum Nasional, yakni Gunawan dan Sutikno. Pengawalan khusus dari pihak museum ini dilakukan, karena memang ada sejumlah pantangan untuk menjaga kondisi kedua pusaka kerajaan. Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug tersebut sama sekali tak boleh kena air. Karenanya, tangan mereka yang mundut kedua pusaka tersebut harus memakai sarung. “Karena memang tidak boleh kena air, itu pantangannya,” terang Gunawan kepada NusaBali. Jika sampai terkena air, kata Gunawan, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kondisi pusaka berusia ratusan tahun ini.
Untuk diketahui, kedua pusaka warisan kerajaan tersebut, Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug, terbilang sangat istimewa dan menyimpan catatan sejarah. Keris Kenegaraan Ardawalike merupakan keris pusaka yang dipakai Raja Klungkung terakhir, Ida I Dewa Agung Jambe, saat gugur dalam Puputan Klungkung, 28 April 1908. Keris luk solas ini terbuat dari bahan besi nikel, dengan lapisan emas dan permata. Keris Kenegaraan Ardawalike ini beronomor koleksi Museum Nasional 14905/E.796. Sedangkan Tombak Ki Baru Gudug atau Ki Baru Ngit, merupakan warisan zaman Kerajaan Gelgel. Hampir sama dengan Keris Kenegaraan Ardawalike, Tombak Ki Baru Gudug juga terbuat dari campuran besi, emas, dan hiasan permata.
Tombak Ki Baru Gudug ini memakai nomor koleksi 14920/E-772. Tombak Ki Baru Gudug inilah yang, konon, menyelamatkan Ida Dalem Bekung, salah satu Raja Gelgel, dari upaya pembrontakan di masa silam. Namun, ketika terjadi perang Puputan Klungkung pada 28 April 2008 dengan gugurnya Raja Ida I Dewa Agung Jambe, pusaka berupa Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug dirampas Belanda. Pemerintah Indonesia kemudian memulahkannya ke Bumi Persada sebagai koleksi Museum Nasional. Sejak jatuh ke tangan Belanda 100 tahun silam, dua pusaka kerajaan ini belum pernah pulang ke tanah leluhur Bali. Kini, bertepatan dengan peringatan Satu Abad Puputan Klungkung, pusaka Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug terpaksa dipinjam pihak Pemkab Klungkung dan Puru Agung Klungkung, sekalipun harus melalui prosedur yang rumit. Selama disimpan dan menjadi koleksi di Musum Nasional, Jakarta, pusaka Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug dan juga pusaka dari kawasan Nusantara lainnya, mendapat perawatan khusus.
“Kedua pusaka dari Klungkung ini disimpan dalam ruangan khusus,” terang Gunawan. “Keduanya disimpan di Ruang Emas.” Sejatinya, ada tiga pusaka Kerajaan Klungkung yang disimpan di Museum Nasional yang semula hendak didatangkan terkait peringatan 100 Tahun Puputan Klungkung ini. Selain Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug, juga Keris Ki Tanda Langlang. Namun, Keris Ki Tanda Langlang tidak jadi didatangkan, tanpa jelas apa alas annya. Sekdakab Klungkung Ir I Ketut Janapria MT, yang ikut terlibat dalam pengurusan mendatangkan pusaka kerajaan itu, menyatakan bahwa dengan menghadirkan Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug saja, sudah cukup untuk memberikan nuansa istimewa perayaan 100 Tahun Puputan Klungkung. “Karena, kedua pusaka itu sudah cukup mewakili dua zaman yang berbeda, yakni zaman Kerajaan Gelgel dan Kerajaan Klungkung,” jelas Janapria.
Sementara itu, pantauan NusaBali, Minggu kemarin, pusaka Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug langsung dipundut menuju Puri Agung Klungkung, begitu tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban (Badung). Diawali denga serah terima meminjam pusaka dari pihak Museum Nasional kepada Pemkab Klungkung dan Puri Klungkung. Selanjutnya, dilakukan Upacara Pasegeh Agung. Habis itu, Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug dipundut memasuki Puri Agung Klungkung, di kota Semarapura. Dari situ, lanjut menuju Merajan Puri Kaleran. Di Pamerajan Puri Kaleran inilah dilakukan upacara Prayascita, Ngaturang Banten, Sodan, dan persembahyangan bersama. Terakhir, pusaka Keris Kenegaraan Ardawalike dan Tombak Ki Baru Gudug dikirab bersama pusaka-pusaka lainnya keliling kota Semarapura dan sekitarnya. Pusaka yang dikirab, antara lain, Kitab Negara Kretagama dan Topeng Gadjah Mada. Pengamanan pusaka ini juga melibatkan aparat kepolisian, Sat Pol PP, dan lainnya.


Sumber : Nusa Bali (Senin, 28/4/2008)

0 komentar:

Posting Komentar